keep spirit :)
ketika seorang anak merindukan Ibunya...
mengunggah foto adalah suatu ekspresi kasih sayang..
love u mom
Minggu, 19 Oktober 2014
Senin, 16 Juni 2014
PERCOBAAN 8
Anti Inflamasi
I. Pengantar
Carrageenin, Bahan dari species
alga merah Chondrus crispus. Bersifat gel pada suhu tertentu dan
reversible. Ketika diinjeksikan dalam tubuh, mampu menginduksi response inflammatory.
Induksi Inflammasi oleh carrageenan, menurut Winter (1),
bersifat acute, nonimmune, dapat diamati dengan baik , dan dapat dilakukan
berulang-kali.
II. Tujuan:
Memahami
efek anti-inflamasi bahan obat terhadap hewan coba yang
diinduksi caragenan.
III. Teori
5.1 Anti Inflamasi
Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan
bukan karena mikroorganisme (non infeksi).
Gejala inflamasi dapat disertai dengan
gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya
terganggu. Proses inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya
permeabilitas vaskuler dan migrasi leukosit ke jaringan radang, dengan
gejala panas, kemerahan, bengkak, nyeri/sakit, fungsinya terganggu. Mediator
yang dilepaskan antara lain histamin, bradikinin, leukotrin, Prostaglandin dan
PAF.
Obat
antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan
NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang
memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi
(anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan
steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan
jenis narkotika.
5.2 Jenis Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
5.2 Jenis Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Obat
anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak
dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika,
dan anti-inflamasi.9 OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan
di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis
reumatoid, dan gout artritis. Disamping
itu, OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit non-rematik, seperti kolik empedu
dan saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea. OAINS
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat
berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.15 Prototip obat golongan ini
adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-obat mirip
aspirin (aspirin-like drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima golongan,
yaitu:
1.
Salisilat dan
salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid, diflunisal
2.
Para aminofenol,
derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin
3.
Pirazolon,
derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin), fenilbutazon dan
turunannya
4.
Antirematik
nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen,
naproksen, indometasin, piroksikam, dan glafenin
5.
Obat pirai,
dibagi menjadi dua, yaitu
(1) obat yang menghentikan proses inflamasi
akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon
(2)
obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid, alupurinol, dan
sulfinpirazon.
Sedangkan menurut
waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:
1. AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.
1. AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.
2. AINS dengan
waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen.
3. AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen.
4. AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam.
5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon.
5.3 KLASIFIKASI KIMIAWI OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID
3. AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen.
4. AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam.
5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon.
5.3 KLASIFIKASI KIMIAWI OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID
Nonselective Cyclooxygenase
Inhibitors
• Derivat asam salisilat: aspirin,
natrium salisilat, salsalat, diflunisal, cholin magnesium trisalisilat,
sulfasalazine, olsalazine

• Asam asetat indol dan inden: indometasin, sulindak
• Asam heteroaryl asetat: tolmetin, diklofenak, ketorolak
• Asam arylpropionat: ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen, fenoprofen, oxaprozin
• Asam antranilat (fenamat): asam mefenamat, asam meklofenamat
• Asam enolat: oksikam (piroksikam, meloksikam)
• Alkanon: nabumeton Selective Cyclooxygenase II inhibitors
• Diaryl-subtiuted furanones: rofecoxib
• Diaryl-subtituted pyrazoles: celecoxib
• Asam asetat indol: etodolac
• Sulfonanilid: nimesulid
5.4 Paracetamol

SIFAT
Parasetamol
adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik.
Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan
oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga
dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai
sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis
obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
Obat yang
mempunyai nama generik acetaminophen ini, dijual di pasaran dengan ratusan nama
dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol
dan lain lain.
Sifat
antipiretiknya disebabkan oleh
gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek
sentral. Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh
satu gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para (1,4).
Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan
menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk
apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat.
Sifat
analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri
ringan sampai sedang. Dalam golongan obat analgetik, parasetamol memiliki
khasiat sama seperti aspirin atau obat-obat non steroid antiinflamatory
drug (NSAID) lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek menghambat
prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai
penghambat postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat NSAIDs.
Parasetamol termasuk ke dalam kategori NSAID sebagai obat anti demam, anti
pegel linu dan anti-inflammatory. Inflammation adalah kondisi
pada darah pada saat luka pada bagian tubuh (luar atau dalam) terinfeksi,
sebuah imun yang bekerja pada darah putih (leukosit). Contoh pada bagian luar
tubuh jika kita terluka hingga timbul nanah itu tandanya leukosit sedang
bekerja, gejala inflammation lainnya adalah iritasi kulit.
Sifat
antiinflamasinya sangat rendah
sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan per oral
Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam
plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian.
Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami
perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
Karena
Parasetamol memiliki aktivitas antiinflamasi (antiradang)
rendah, sehingga tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek
kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya cukup aman digunakan pada semua
golongan usia.
MEKANISME REAKSI
Paracetamol bekerja
dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu enzim
cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf
pusat yang tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan
peroksida tinggi. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak
inilah yang membuat paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat
menurunkan demam tanpa menyebabkan efek samping,tidak seperti
analgesik-analgesik lainnya
IV. Bahan Dan Alat
1. Animals
Species : Rat Mouse
Strain : Wistar, Albino Swiss
Sex : Male Male
Weight : 165-220 g 25-35 g
Hewan coba dipersiapkan dengan baik, diberi minum sepuasnya.
2. Carrageenan (lambda form, FMC Marine Colloids Division, NJ, or
type IV , Sigma-Aldrich, Poole, UK) dibuat larutan 1% W/V dalam 0,9% saline,
tidak lebih dari 24 h sebelum dipakai. Hati-Hati melarutkan serbuk Carrageenan
dapat mengendap.
3. 25-gauge hypodermic needles five-eighths-in long. Becton
Dickinson, Oxford, UK. www.bd.com.
4. 1-ml disposable plastic syringes. Becton Dickinson, Oxford, UK.
www.bd.com.
5. 100-μL gastight syringe. Hamilton Co., 1700 series, Cat. No.
81001. www.hamiltomcompany.com
6. Plethysmometer , Cat. No. 7150 www.ugobasile.com
V. Metode dan Pengamatan
4.1. Induksi Inflamasi
1. Ditimbang hewan coba, lalu dirandom (n=4), Dibuat kondiisi yang
baik dan jauh dari bahan pembuat inflamasi.
2. Hewan coba diberi identitias.
3. Volume bengkak preinjection paw/paws diukur sebelum diberi
injeksi carrageenan
4. Carrageenan.disuntikkan (ditandai) pada daerah yang diinginkan.
Lalu dicatat waktunya. Diamati efek yang ditimbulkannya serta aktivitas hewan
coba. Bandingkan efeknya dengan referensi yang ada.
5. NSAIDs, seperti indomethacin (5 mg/kg per-oral] diberi sebagai
pembanding. Amati efeknya . Lihat volume odemnya.
6. Carrageenan yang diinjeksi pada kaki hewan setiap 15 menit di
ukur volumenya dan pada 24 h.
7. Selanjutnya hewan coba dapat di euthanasia untuk pemeriksaan
parameter inflamasi yang lain.(Jika Perlu)
4.2 Lakukan Pengamatan
dengan menggunakan alat pengukur voume bengkak melalui perubahan volume air
raksa.
VI. Pengamatan
v
Pembuatan 1% carragenan w/v dalam 0,9%
saline (NaCl 0,9 %) dibuat 10 ml
Di timbang
zat = 1 gr / 100 ml X 10 ml = 0,1 gr = 100 mg
v
Pembuatan Paracetamol suspensi 500 mg
dengan Na CMC 1% dibuat dalam 10 ml
Di timbang Na CMC = 1 / 100 X 50 = 500 mg
Air = 20 X 500 mg = 10 ml
Konversi dosis manusia (70 kg ) ke Tikus (200 gr ) = 0,018
BB rata-rata Tikus percobaan = 170 gr
Dosis Paracetamol 500 mg
Dosis = 0,018 X 500 mg = 9 mg /200 gr BB
Dosis Pemberian =
X
= 0,765 ml untuk sonde/oral
v
Tabel I. Pengamatan sebelum dan
Sesudah Suntik Carragenan
Waktu
: 11.00 – 12.00
Tikus
|
BB
|
Volume Bengkak
|
∆0
|
∆1
|
1
|
170 gr
|
3,8-3,6mm
|
0,2 mm
|
0,75mm
|
2
|
170 gr
|
3,8-3,6mm
|
0,2 mm
|
0,70mm
|
3
|
170 gr
|
3,6-3,5mm
|
0,1 mm
|
0,70mm
|
4
|
170 gr
|
3,7-4,0mm
|
0,3 mm
|
0,75mm
|
v Tabel 2. Pengamatan Diberi Suspensi Paracetamol
Dan Tanpa Suspensi Paracetamol
Waktu
: 12.00-12.30
Tikus
|
BB
|
Volume Bengkak
|
∆2
|
∆3
|
1
|
170 gr
|
4-4,5mm
|
0,5mm
|
-
|
2
|
170 gr
|
3,9-4,4mm
|
0,5mm
|
-
|
3
|
170 gr
|
3,9-4,6mm
|
-
|
0,7mm
|
4
|
170 gr
|
3,9-4,6mm
|
-
|
0,7mm
|
Keterangan :
1.
∆0 =
volume Bengkak awal
2.
∆1 =
Volume bengkak Setelah disuntik 0,5 ml Carragenan
3.
∆2 =Volume
bengkak setelah disuntik 0,5 ml Carragenan + pemberian oral 0,5 ml suspensi
paracetamol
4.
∆3 =
Volume Bengkak setelah disuntik 0,5 ml Carragenan
( sebagai pembanding dengan pemberian
oral )
VII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini, kami
mempelajari efek pemberian suatu bahan uji dengan aktivitas antiinflamasi. Dengan pembanding
suspensi Paracetamol 0,765 ml/170grBB. Zat penginduksi terjadinya inflamasi
sendiri menggunakan karagenan 1%. Pemberian obat dan zat uji dan obat
pembanding diberikan secara peroral dan
karagenan diberikan di kaki kiri tikus secara intraplanar.
Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan diperoleh bahwa pada tikus kontrol, setelah 15 menit pemberian karagenan
mengalami radang. Hal ini dapat dilihat dengan pertambahan volume kaki belakang
sebelah kiri dari tikus yang diukur dengan alat plestimometer, berdasarkan
hukum archimedes yaitu penambahan volume air raksa sebanding dengan volume kaki
tikus yang dimasukkan. Penggunaan air
raksa yaitu dikarenakan air raksa tidak akan menyerap dan membasahi kaki tikus,
sehingga perhitungan perubahan volume kaki tikus akan semakin baik.
Terjadinya radang
disebabkan karena karagenan merupakan suatu zat asing (antigen) yang bila masuk
ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti histamin
sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi terhadap antigen
tersebut untuk melawan pengaruhnya. Efek yang ditimbulkan akibat pemberian
karagenan pada hewan percobaan adalah terjadinya udem, yang terlihat dari
bertambahnya volume kaki tikus setelah diukur dengan alat pletismometer.
Mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi adalah dengan merangsang
lisisnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator radang yang dapat
mengakibatkan vasodilatasi sehingga menimbulkan eksudasi dinding kapiler dan
migrasi fagosit ke daerah radang sehingga terjadi pembengkakan pada daerah
tersebut. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya zat yang menghambat terjadinya
inflamasi.
Pada percobaan dengan pembanding suspensi
Paracetamol, setelah pemberian secara oral yang
terlihat berkurangnya volume kaki tikus setelah diukur dengan alat
pletismometer. Hal ini dikarenakan mekanisme kerja Paracetamol yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan
suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti
salisilat. Efek anti inflamasinya Paracetamol sangat lemah, oleh sebab itu
volume bengkak pada kaki tikus hanya mengalami sedikit pengurangan. Efek
iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini,
demikian juga pada gangguan keseimbangan asam basa dan gangguan pernafasan.
Paracetamol di absorbsi cepat dan sempurna
melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi didalam plasma dicapai dalam waktu
1/2 jam dan masa paruh plasma 1-3 jam. Obat ini dimetabolisme dihati dan
diekskresi di ginjal. Reaksi alergi pada Paracetamol jarang terjadi.
VIII.
Kesimpulan
·
Karagenan dapat
merangsang terjadinya inflamasi, dengan terjadinya udem, yang terlihat dari
bertambahnya volume kaki tikus setelah diukur dengan alat pletismometer.
·
Paracetamol
memiliki anti inflamasi yang lemah sehingga sedikit terjadi pengurangan volume
kaki tikus setelah diukur dengan alat pletismometer.
DAFTAR PUSTAKA
Tjay, T.H. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi V. Cetakan II.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Hal 308.
Wilmana, P.F. (1995). Analgesik-Antipiretik Analgesik
Anti-Inflamasi Nonsteroid Dan Obat Pirai, dalam Farmakologi dan Terapi. Editor Sulistia G. Ganiswara. Edisi IV.
Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Hal 207-209.
LAMPIRAN
![]() |
||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||
![]() |
||||||||||||||
Langganan:
Postingan (Atom)